Sampai
dengan hari ini (17/8) pandemi COVID-19 masih menjadi isu penting di Indonesia.
Bertepatan dengan HUT Ke-76 RI, ternyata kita “belum” seutuhnya bisa merdeka
dari pandemi yang telah berlangsung hampir 2 tahun ini. Namun begitu, dengan
adanya vaksin sedikit banyak memberikan optimisme dan keyakinan lebih bahwa
kita akan merdeka (dari COVID-19) bersama vaksin.
Kata
belum pada paragraf pertama sengaja diberi tanda petik untuk menekankan bahwa
“belum” adalah masih dalam keadaan tidak (--sesuai dengan makna di KBBI), namun
begitu memiliki peluang akan terjadi.
Sehingga harapannya dengan optimisme ini, hal yang diharapkan terjadi yaitu
merdeka dari pandemi bisa sesegera mungkin terwujud salah satunya dengan
melakukan vaksinasi.
sumber foto : freepik.com
Menurut
info dari covid19.go.id (portal informasi COVID-19 resmi pemerintah Indonesia)
disebutkan bahwa Vaksin COVID-19 bukanlah obat, sehingga diberikan pada orang
yang sehat untuk mencegah penyakit tertentu (dalam hal ini COVID-19)
menjangkiti orang tersebut. Vaksin merupakan bentuk pencegahan yang berfungsi
mendorong pembentukan kekebalan tubuh spesifik pada penyakit COVID-19 agar
terhindar dari tertular atau kemungkinan sakit berat.
Artikel
tentang vaksin ini pada akhirnya menjadi menarik untuk aku tulis karena
beberapa hal unik yang telah aku lalui. Dimulai saat aku menjadi petugas vaksin
namun tidak mendapatkan jatah untuk divaksin, kemudian setelah divaksin sempat
kontak erat dengan teman yang akhirnya terkonfirmasi positif COVID-19, dan yang
terakhir adalah membahas vaksin dengan mereka yang belum bisa percaya dengan
vaksin.
Petugas Vaksin yang tidak Divaksin
Sekitar
2 bulan setelah vaksinasi kedua yang dilakukan oleh presiden Jokowi pada 27
Januari 2021, Universitas Islam Indonesia (UII) didukung oleh Kementerian
Kesehatan pada 30 Maret 2021 mendapat kesempatan untuk menyelengarakan vaksinasi
tahap pertama untuk Dosen, Tenaga Kependidikan (Tendik), Purna Tugas serta lansia
yang berdomisili di sekitar kampus UII.
Karena
merasa telah menjadi bagian dari Tendik UII (padahal hanya staf tanpa status),
aku merasa ikut berhak untuk mendapatkan jatah vaksin. Ternyata harapanku
pupus, hilang bersama angan-angan, namaku tidak tercatat sebagai penerima
vaksin karena aku tidak tercatan sebagai staf di data pegawai milik Direktorat
Organisasi dan Sumber Daya Manusia (OSDM).
Namun
begitu dalam pelaksanaan vaksinasi massal tersebut, aku mendapat kesempatan
untuk menjadi bagian dari tim yang bertugas melakukan pencatatan (input)
data hasil observasi setelah peserta selesai melakukan suntik vaksin di sistem
pemerintah. Hasil observasi yang di input adalah, apakah peserta
memiliki keluhan atau tidak setelah divaksin.
Kekecewaanku
kembali saat hari menjadi petugas vaksin dan melihat ada beberapa teman yang
statusnya sama seperti aku tapi dapat kesempatan vaksin. Namun pada akhirnya
aku harus berdamai dengan keadaan apapun itu, aku mencoba mencari pembenaran
yang bisa menguatkan, seperti “Vaksin untuk saat ini tidaklah terlalu penting,
jika dipaksakan mungkin saja akan ada efek samping, oleh karen itu lebih baik
sabar”.
Pada
pelaksanaan vaksinasi massal tahap kedua di UII, aku masih mendapatkan
kesempatan untuk menjadi petugas vaksin dengan tugas yang sama. Disini aku sama
sekali tidak memikirikan dan tidak lagi memiliki keinginan untuk divaksin,
namun tanpa disangka ternyata pada akhir pelaksanaan vaksinasi di hari tersebut
masih ada vaksin yang tersisa karena ada beberapa perserta yang tidak hadir,
sehingga vaksin tersebut bisa aku gunakan.
Efek
yang aku rasakan setelah divaksin tahap pertama adalah lapar, sedikit pusing
dan demam sebentar, disini aku merasa wajar karena memang menurut cerita yang
lain juga merasakan efek yang sama, ditambah pada hari tersebut aku bertugas
dari jam 7 pagi dan sedang menjalankan ibadah puasa, karena memang saat itu
sedang bulan ramadhan.
Vaksinasi
tahap kedua aku lakukan di puskesmas dekat kosku. Awalnya aku sedikit khwatir,
takut tidak mendapatkan jatah vaksin kedua karena pada hari itu (jadwal
vaksinasi keduaku) info dari pihak puskesmas seingatku jatah hari tersebut sudah
habis, silahkan kembali besok dengan melakukan konfirmasi sebelumnya. Pada hari
berikutnya, setelah melakukan konfirmasi aku lanhsung ke Puskesmas dan alhmadulillah
aku mendpatkan jatah vaksin kedua.
Kontak Erat Sebelum Positif COVID-19
Setelah
2 bulan dari masa vaksinasi tahap kedua yaitu sekitar bulan Juni atau Juli
2021, aku sempat melakukan kontak dengan beberapa rekan yang pada akhirnya
dinyatakan positif COVID-19. Pertama adalah saat shalat aku menjadi makmum dan
rekan tersebut menjadi imam, 1-2 hari setelah itu, aku mendapat kabar bahwa
yang besangkutan dinyatakan positif, seketika imunku langsung turun dan aku
memutuskan untuk SWAB antigen, dan alhamdulillah hasilnya negatif.
Kontak
kedua yang aku lakukan sama seperti sebelumnya, kami melakukan shalat jamaan
dan sempat ngorbrol namun tetap dengan protokol kesehatan yang lengkap.
Beberapa hari setelah itu aku mendapatkan info bahwa rekan tersebut
terkonfirmasi positif COVID-19, sama seperti sebelumnya, namun kali ini aku
bersama satu teman lain langsung melakukan SWAB antigen, dan alhamdulillah
hasilnya kembali negatif.
Terakhir
bisa dikatakan aku melakukan kontak erat dengan rekan tersebut, rekan yang
dimaksud adalah teman yang aku sebutkan pada paragraf sebelum ini. Hari itu
sembari menunggu hasil tes SWAB antigen, kami menunggu di kamar kos ku, ngobrol
tanpa masker dan hanya sedikit menjaga jarak.
Hasil
SWAB antigen teman tersebut juga negatif, namun selang 2 hari setelah itu, dia
chat dan bertanya apakah aku memiki gejala. Singkat cerita, ternyata dia
merasakan gejala dan pada saat tes PCR dinyatakan positif COVID-19. Setiap
mendapat info kondisi teman tersebut imunku langsung selalu turun, hal ini
karena aku sadar beberapa hari yang lalu kontak erat dengan dia, dan bisa saja
tiba-tiba aku gejala dan sebagainya, sampai di satu malam aku flu dan merasakan
anosmia (hilang penciuman) namun syukurnya itu tidak berlangsung lama.
Akhirnya
aku berkesimpulan bahwa kemungkinan besar kondisi tubuhku bisa tetap normal dan
imun ku terjaga karna aku telah di vaksin, dan hal itu membuatku banyak
bersyukur karena yang awalnya tidak terdaftar untuk divaksin, dan mendapatkan
jatah vaksin dari vaksin lebih yang tidak digunakan oleh peserta yang tidak
terdaftar.
Mereka yang Belum Percaya dengan Vaksin
Cerita
ini sebenarnya sudah aku ceritakan ke bebapa orang, terlebih kedapa mereka yang
belum bisa percaya sepenuhnya dengan vaksin, belum bisa percaya bahwa ada
kesempatan untuk merdeka dari COVID-19 dengan vaksin. Benar memang semua hal
yang terjadi atas kehendak Allah SWT, mereka yang vaksin juga bisa memiliki
gejala begitu sebaliknya, mereka yang tidak vaksi tidak memiliki gejala. Namun
tugas kita sebagai manuasia adalah berusaha, salah satu bentuk usaha adalah
dengan melakukan vaksin.
Sayangnya
belum semua orang bisa percaya dengan vaksin, hal ini berdasarkan percakapan
aku dengan seorang teman, yang mengatakan bahwa tidak akan mau vaksin jika
memang masih ada kesempatan untuk tidak vaksin.
Tentu
begitu banyak informasi yang simpang siur (atau bisa disebut HOAX) terkait
vaksin, dari sebelum kemunculannya saja, sudah ada info-info yang mengatakan
bahwa nantinya vaksin COVID-19 akan mengandung Mikrocip Magnetis, ada
juga yang mengatakan bahwa vaksin cara untuk memperkecil jumlah penduduk, yang
artinya setelah di vaksin, kemungkinan orang tersebut akan sulit memperoleh keturunan,
dan info lain sebagainya.
Pemerintah
baik pusat maupun daerah telah bekerja keras untuk penanganan COVID-19 salah satunya
adalah dengan merealokasi dana triliun rupiah untuk penanganan COVID-19,
termasuk untuk pengadaan dan penyelengaraan vaksinasi massal diberbagai wilayah
di Indonesia. Hari ini untuk menemukan lokasi vaksinasi tidaklah sulit,
berbagai Lembaga, instansi, organanisasi menyelegarakan vaksinasi massal.
Pada
akhirnya, semua kembali ke masing-masing individu, fasilitas vaksinasi telah
tersedia, mari gunakan kesempatan yang baik ini untuk merdeka bersama vaksin
Ditulis
pada 17 Agustus 2021 di Janji Jiwa Jilid 905 (Palagan)
diselesaikan di Kos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar