Terkadang terbesit di pikiranku “kenapa sebagai mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII), yang notabene tempat lahirnya HMI, aku tidak menjadi kader HMI” hal ini bukan tanpa alasan, selain karena nama Himpunan Mahasiswa Islam atau yang sering disingkat dengan HMI yang begitu besar, juga karena cerita salah seorang temanku dari kampus lain yang sangat bangga bisa menjadi kader HMI
Jujur
aku sama sekali tidak ingat kapan aku mulai mengenal HMI, yang pastinya bukan di
awal saat aku menjadi mahasiswa baru. Mungkin bisa dikatakan aku telat mengenal
HMI, dan mungkin ini juga menjadi salah satu faktor dan alasan mengapa aku
tidak menjadi kader HMI dikemudian hari.
Timbul
pertanyaan, apakah aku menyesal karena tidak bergabung dengan HMI, di satu sisi
terkadang aku merasakan demikian, rasa penyesalan tersebut terkadang muncul pada
moment-moment tertentu, seperti pada suatu ketika saat aku mengikuti acara
seminar yang diselengarakankan oleh HMI Fakultas Hukum UII, atau di kesempatan
lain ketika aku membaca profil-profil tokoh yang menyebutkan bahwa tokoh
tersebut adalah mantan kader HMI, dan yang terakhir rasa tersebut kembali
muncul ketika aku membaca Novel “Merdeka Seja Hati”.
Novel
karya Ahmad Fuadi tersebut menceritakan secara lengkap tentang perjalan hidup
Lafran Pane, mulai dari beliau lahir sampai dengan menghembuskan nafas terakhir,
mulai dari masa kecilnya di sumatra utara, sampai dengan tumbuh besar di pulau
jawa dan menjadi guru besar Ilmu Tata Negara IKIP Yogyakarta (Sekarang UNY).
Bagi
kader HMI nama Lafran Pane tentu tidaklah asing, bahkan mungkin bagi
teman-teman lain non-HMI nama tersebut juga pernah didengar atau bahkan sudah sering
mendengar. Lafran Pane adalah inisiator dan salah satu pendiri HMI, yang pada
tahun 2017 lalu mendapatkan gelar pahlwan nasional dari pemerintah Indonesia.
Sedangkan
di UII sendiri nama Lafran Pane diabadikan menjadi nama gedung Student
Convention Center (SCC) yang terletak di pintu masuk wisata Kaliuran, atau
sekitar 10 kilometer ke arah utara dari kampus terpadu UII, yang juga menarik
adalah, aku pernah menjadi salah satu pengurus SCC tersebut sekitar tahun 2018
sampai awal tahun 2019.
Walaupun
bukan kader HMI, secara pribadi aku begitu tertarik dengan sejarah HMI,
alasannya selain karena HMI lahir di UII juga karena organisasi ini bisa
bertahan sampai hampai hari ini bahkan pada akhirnya bisa menjadi organisasi
mahasiswa terbesar di Indonesia.
Nama
besar HMI tersebut tentu tidak terlepas dari landasan organisasi yang dibangun
oleh para pendirinya. Dari novel “Merdeka Sejak Hati” aku mendaatkan satu point
yang membuatku yakin dan berkesimpulan bahwa poin ini adalah alasana mengapa HMI
bisa besar, yaitu karena kerendahan hati para pendirinya. Jujur ini hanya
asumsi pribadiku, tentu saja bisa benar juga bisa salah.
Poin
tersebut aku simpulkan dari cerita pada salah satu bagian dalam novel
terserbut, yang menceritakan bahwa Lafran Pane, yang notabene adalah inisiator
dan pendiri HMI sama sekali tidak serakah akan jabatan, setahun setelah
menjabat sebagai ketua HMI beliau menyerahkan kepemimpinan HMI pada rekannya
yang menurutnya lebih berkopetan untuk membasarkan HMI, dan uniknya lagi rekan
yang dipilih adalah mahasiswa non-STI dengan tujuan agar HMI tidak hanya
menjadi organisasi internal STI. Ketika rakannya meng-iya-kan dan mulai
menjabat sebagai ketua, Lafran Pane masih tetap di kepengurusan HMI menduduki
jabatan sekretaris.
Jika
dilihat ini sangat berbeda dengan realita hari ini, dimana mayoritas orang
berlomba-lomba menjadi pemimpin dan merasa paling berhak dan paling sesuai untuk
memimpin, ditambah lagi jika organisasi tersebut dia yang dirikan, maka akan sangat
sulit rasanya untuk melepas jabatan di organisasi tersebut.
Dari novel tersebut rasanya aku bisa secara mandiri mempelajari nilai-nilai dasar HMI, tentu tidak akan selengkap yang bisa dipelajari dan dirasakan oleh para kader-kader HMI melalui Latihan Kader (LK) yang dilakukan secara bertingkat. Namun setidaknya sedikit aku mengetahui nilai-nilai dasar HMI selain hanya slogan "Yakin Usaha Sampai".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar