Memalukan tentunya jika aku harus
menulis aib apa yang aku alami di semester lalu (semester 3), namun semua sejarah harus
dicatat, termaasuk pengalamanku semester ganjil di tahun kedua ini. Semuanya
buruk, iya buruk, itulah gambaran hasil akhir dari perjuangan-ku di semester
ini. Saat benigi, tidak tau siapa yang harus disalahkan, apa benar ini semua
salahku karena tidak fokus saat menjalani perkuliahan ? atau semua salah
dosenku, sebagai pengajar yang tidak mampu membuat aku menjadi paham ? atau
mungkin sistem yang salah..?
nichollslawcyberdefence.co.uk
Tentunya, tidak ada yang harus
disalahkan, walaupun aku amat sangat merasa bersalah dengan hasil akhir yang
aku dapatkan pada semester ini. Semuanya seperti sia-sia, segala upaya yang dikeluarkan
untuk semester ini rasanya tidak ada guna, namun tentu tidak ada guna menyesali
sesuatu yang telah berlalu. Hidup memang tidak selalu mulus seperti yang kita
harapkan. Tidak akan mungkin semua yang kita harapkan terwujud.
Hal yang paling bijak dalam mensikapi kehidupan adalah bersyukur dengan apa yang kita miliki, dan terus berusaha dengan apa yang kita cita-citakan. Masalah hasil akhir pasrahkan kepada yang diatas. Baik buruknya hasil adalah yang terbaik untuk kita. Yakini bahwa hasil apapun yang diberikan oleh Allah, adalah hasil yang terbaik untuk kita. Karena hasil terbaik menurut kita belum tentu menjadi hal terbaik dalam hidup kita, Allah lebih mengerti dan mengetaui apapun yang terbaik untuk kita.
Hal yang paling bijak dalam mensikapi kehidupan adalah bersyukur dengan apa yang kita miliki, dan terus berusaha dengan apa yang kita cita-citakan. Masalah hasil akhir pasrahkan kepada yang diatas. Baik buruknya hasil adalah yang terbaik untuk kita. Yakini bahwa hasil apapun yang diberikan oleh Allah, adalah hasil yang terbaik untuk kita. Karena hasil terbaik menurut kita belum tentu menjadi hal terbaik dalam hidup kita, Allah lebih mengerti dan mengetaui apapun yang terbaik untuk kita.
Jujur saja, rasanya aku telah berupaya penuh untuk mencapai nilai terbaik di semester ini, namun kehendak berkata lain, aku diminta untuk menjalani proses remediasi untuk memperbaiki nilai. Namun tidak ada yang harus aku sesali, semua proses perkuliahan telah aku lewati dan masalah remediasi bisa dianggap sebagai bonus perkuliahan yang harus aku jalani.
Remediasi kali ini adalah proses remediasi pertama yang aku ikuti dibangku perkuliahan, bukan karena nilaiku bagus terus sehingga tidak pernah mengikuti remediasi di semester sebelumnya, hanya saja di semester yang lalu aku telah dulu balik ke Aceh saat proses remediasi dilaksanakan. For your information, fakultasku saat ini menerapkan sistem remediasi, sedikit berbeda dengan fakultas ataupun kampus lainnya yang tidak ada namanya remediasi, yang ada adalah semester pendek. Namun tujuannya sama, yaitu memperbaiki nilai akhir.
Sempat terbesit dipikiranku, sebenarnya untuk apa aku kuliah satu semester jika pada akhirnya harus mengikuti remediasi. Remediasi tentu artinya apa yang aku pelajari semester ini tidak ada yang aku pahami dan menegerti. Sempat hal yang sama disinggungkan oleh salah satu temanku, malah dia memberikan argument lebih baik tidak kuliah total daripada setengah-setengah. Namun satu teman ku yang lain menepis argument tersebut, dan mengatakan bahwasannya lebih baik ada sedikit daripada tidak sama sekali.
Harus diakui bahwa sedikit banyak proses remediasi sama dengan proses membeli nilai, tapi tentunya aku tidak bisa mengeneralisais hal ini, tidak semua dosen demikian. Namun cerita yang pernah aku dengan ada temenku dari jurusan lain yang satu fakultas denganku, bahwa temennya yang lain yang mengikuti remedial, nilai mereka semua menjadi auto A (artinya semua mahasiswa yang mengikuti remedia menjadi A.
Ketika artikel ini aku tulis, aku telah melewati proses remediasi dan Alhamdulillah juga nilai remediasiku telah keluar. Jujur aku merasakan sensasi yang berbeda dengan proses UAS. Mulai dari soal yang sudah bisa aku pahami, bagaiamana tidak secara soal yang diberikan ada tidak jauh berbeda dengan soal UAS sebelumnya.
Kemudian untuk nilai yang keluar setelah remedia Alhamdillah lumayan mengembirakan, dan aku bisa melihat bahwa nilai yang diberikan cukup objektif, sangat mendetai rincian nilai dan semua sesuai dengan perjanjian awal, bahwasanya proses remediasi hanya menganti nilai pada UAS dan UTS dan semua komposisi presentasenya sesuai dengan perjanjian awal kuliah semester kemarin.
Satu hal sebenarnya yang sangat aku kecewa dengan proses remediasi, mungkin ini juga dirasakan mahasiswa kampus swasta pada umumnya, tidak tahu apa itu termasuk juga mahasiswa kampus negeri, yaitu harga untuk remediasi itu lumayan tinggi, padahal jika dipikir-pikir biaya apa lagi yang harus dikeluarkan pihak kampus untuk proses remediasi, apa hanya untuk membayar satu pegawai pengawas harus mengutip uang dari setiap peserta remediasi, apa angsuran uang kuliah belum cukup.
Itulah ceritaku tentang remediasi pertama. Semoga proses remediasi ini menjadi pertama dan satu-satunya dalam proses perkuliahanky. Artinya kedepan semoga nilaiku bisa terus baik sehingga tidak perlu ada lagi yang namanya mengikuti remdiasia. Semoga hal ini benar terwujud.
Remediasi kali ini adalah proses remediasi pertama yang aku ikuti dibangku perkuliahan, bukan karena nilaiku bagus terus sehingga tidak pernah mengikuti remediasi di semester sebelumnya, hanya saja di semester yang lalu aku telah dulu balik ke Aceh saat proses remediasi dilaksanakan. For your information, fakultasku saat ini menerapkan sistem remediasi, sedikit berbeda dengan fakultas ataupun kampus lainnya yang tidak ada namanya remediasi, yang ada adalah semester pendek. Namun tujuannya sama, yaitu memperbaiki nilai akhir.
Sempat terbesit dipikiranku, sebenarnya untuk apa aku kuliah satu semester jika pada akhirnya harus mengikuti remediasi. Remediasi tentu artinya apa yang aku pelajari semester ini tidak ada yang aku pahami dan menegerti. Sempat hal yang sama disinggungkan oleh salah satu temanku, malah dia memberikan argument lebih baik tidak kuliah total daripada setengah-setengah. Namun satu teman ku yang lain menepis argument tersebut, dan mengatakan bahwasannya lebih baik ada sedikit daripada tidak sama sekali.
Harus diakui bahwa sedikit banyak proses remediasi sama dengan proses membeli nilai, tapi tentunya aku tidak bisa mengeneralisais hal ini, tidak semua dosen demikian. Namun cerita yang pernah aku dengan ada temenku dari jurusan lain yang satu fakultas denganku, bahwa temennya yang lain yang mengikuti remedial, nilai mereka semua menjadi auto A (artinya semua mahasiswa yang mengikuti remedia menjadi A.
Ketika artikel ini aku tulis, aku telah melewati proses remediasi dan Alhamdulillah juga nilai remediasiku telah keluar. Jujur aku merasakan sensasi yang berbeda dengan proses UAS. Mulai dari soal yang sudah bisa aku pahami, bagaiamana tidak secara soal yang diberikan ada tidak jauh berbeda dengan soal UAS sebelumnya.
Kemudian untuk nilai yang keluar setelah remedia Alhamdillah lumayan mengembirakan, dan aku bisa melihat bahwa nilai yang diberikan cukup objektif, sangat mendetai rincian nilai dan semua sesuai dengan perjanjian awal, bahwasanya proses remediasi hanya menganti nilai pada UAS dan UTS dan semua komposisi presentasenya sesuai dengan perjanjian awal kuliah semester kemarin.
Satu hal sebenarnya yang sangat aku kecewa dengan proses remediasi, mungkin ini juga dirasakan mahasiswa kampus swasta pada umumnya, tidak tahu apa itu termasuk juga mahasiswa kampus negeri, yaitu harga untuk remediasi itu lumayan tinggi, padahal jika dipikir-pikir biaya apa lagi yang harus dikeluarkan pihak kampus untuk proses remediasi, apa hanya untuk membayar satu pegawai pengawas harus mengutip uang dari setiap peserta remediasi, apa angsuran uang kuliah belum cukup.
Itulah ceritaku tentang remediasi pertama. Semoga proses remediasi ini menjadi pertama dan satu-satunya dalam proses perkuliahanky. Artinya kedepan semoga nilaiku bisa terus baik sehingga tidak perlu ada lagi yang namanya mengikuti remdiasia. Semoga hal ini benar terwujud.
kuliah dimana kak?
BalasHapusDi UII, tau nggak ? wkwk
HapusKak nilai UAS ku jelek banget gmn solusi kak
Hapus