Surat
edaran rektor tentang penyelenggaraan kuliah secara daring mulai 16 Maret 2020 sebagai
bentuk mitigasi penyeberaban COVID-19 di kampus, beredar begitu masif di
berbagai WhatsApp Group dan Sosial Media saya. Beberapa hari berikutnya banyak
teman-teman yang langsung memutuskan untuk segera pulang ke kampung halaman
masing-masing. Saya sendiri masih tetap bertahan di Jogja, walaupun orang tua
sempat menanyakan kapan saya pulang.
“Saya
pulang nanti di awal Ramadhan” jawaban tersebut saya
berikan kepada orang tua, dan kepada orang-orang yang sempat bertanya apakah
saya akan pulang kampung dalam situasi pandemi COVID-19 ini. Ketika itu mudik
belum dilarang, dan saya pribadi memiliki keyakinan bahwa tidak akan dilarang.
Tentu
bukan hanya karena yakin bahwa mudik tidak akan dilarang yang membuat saya
tidak segera pulang, alasan lain karena saya masih ingin merasakan beberapa
hari menjalankan ibadah puasa ramadhan di Jogja. Saya sudah menduga bahwa tidak
akan ada hal spesial ramadhan di tengah pandemi apalagi dalam perantauan, namun
hal tersebutlah yang membuat saya ingin mencoba.
Alasan
lain juga karena saat itu saya masih ikut menjadi relawan untuk memproduksi alat
pelindung diri berupa pelindung wajah (face shield) yang didistribusikan
ke berbagai rumah sakit seluruh Indonesia. Saya sangat menikmati kegiatan
produksi tersebut karena saya merasakan bahwa dengan melakukan hal ini saya
bisa sedikit bermanfaat di tengah pandemi.
|
Sesuai
dengan jawaban yang saya berikan kepada orang-orang yang bertanya kapan saya
pulang kampung, akhirnya pada 15 April 2020 saya melakukan pemesanan tiket
pesawat Jogja-Aceh untuk penerbangan tanggal 29 April 2020 atau sama dengan ramadhan
hari ke-5. Alasan saya memilih tanggal tersebut karena secara harga relatif
murah dan durasi perjalanan juga relatif cepat, selain itu juga karena saya
masih bisa merasakan beberapa hari ramadhan di jogja.
Harapan
untuk pulang kampung sedikit demi sedikit mulai pudar ketika ada berita
pelarangan mudik yang disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Pada awalnya
saya masih mencoba tenang karena ada isu bahwa pelarangan mudik berlaku bagi
masyarakat di daerah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
serta daerah zona merah COVID-19 sedangkan Jogja dan Aceh keduanya tidak
menerapkan PSBB,
Jelang
ramadhan hari pertama, berita buruk lagi-lagi saya dapatkan, hal ini membuat
hati saya semakin kacau. Berita tentang Permenhub
(peraturan menteri perhubungan) nomor 25 Tahun 2020 yang mengatur pelarangan
mudik semakin ramai diperbincangkan apalagi setelah konfrensi press yang
dilakukan langsung oleh kemenhub di graha BNPB bersama gugus tugas percepatan
penaganan COVID-19. Adita Irawati selaku Juru Bicara kemenhub mengatakan “Perlu
dipahami bahwa peraturan ini akan mulai berlaku pada tanggal 24 April 2020
pukul 00.00 waktu Indonesia Bagian Barat”
Kebijakan
yang tiba-tiba
Permenhub
Nomor 25 Tahun 2020 tersebut ditandatangani pada tanggal 23 April 2020 oleh
Menteri Perhubungan Ad Interim, Luhut Binsar Pandjaitan. Sangat bisa dikatakan
kebijakan ini begitu tiba-tiba dan mengejutkan kita masyarakat awam. Tidak ada yang
memperkirakan bahwa kebijakan pelarangan mudik akan dikelurkan hanya satu hari
sebelum pelarangan diberlakukan.
Tentu
kemungkinan besar pemerintah telah memikirkan secara matang sebelum peraturan
ini dikelurkan dan diberlakukan. Juga terkait rentang waktu yang sangat singkat
antara dikeluarkan peraturan dan pemberlakukan aturan, kita harus sebisa mungkin berprasangka baik bahwa hal ini
dilakukan dengan alasan yang baik pula, walaupun hati terus berontak.
Bagi
yang memiliki prasangka baik kepada pemerintah tentu setuju akan kebijakan
pelarangan mudik di masa pandemi COVID-19, selain karena alasan untuk menekan
penyebaran virus corona ke daerah-daerah juga banyak pertimbangan lain dari
pemerintan yang belum sampai untuk perkirakan. Namun bagi mereka yang memiliki
prasangka baik, juga tentu boleh mempertanyakan mengapa baru dilarang sekarang,
mengapa tidak jauh-jauh hari, ketika pandemi mulai masuk ke Indonesia.
Bagi
mereka yang telah mempersiapkan tiket dan hendak melakukan mudik juga muncul serupa,
ditambah lagi pertanyaan mengapa kebijakan ini diberlakukan begitu tiba-tiba,
apakah pemerintah tidak mempertimbangkan masyakat yang telah membeli tiket
transportasi dan berjanji kepada keluarga untuk pulang di tanggal sekian,
karena telah memiliki harapan berupa tiket.Lagi pula, sampai last minute peraturan
ini diterbitkan, agen-agen penjualan tiket masih menjalan bisnis penjualan
tiket seperti biasa.
Pada
salah satu berita di detik.com luhut menerangkan keputusan terkait mudik itu merupakan langkah
bertahap. Strategi itu menurut luhut merupakan strategi militer. "Strategi
pemerintah seperti strategi militer itu adalah strategi bertahap bertahap
bertingkat berlanjut semua dipersiapkan matang, cermat"
Terserah
pemerintah mau menggunakan strategi apapun, tapi menurut saya pelarangan mudik
yang dilakukan secara tiba-tiba ini merugikan. Jika sejak awal pemerintah sudah
jauh-jauh hari tegas mengatakan pelarangan mudik akan diberlakukan pada tanggal
sekian, tentu semua akan dapat menerima, orang-orang tidak akan mungkin membeli
tiket, begitupula agen tidak akan menjual tiket.
Alasan
klasik lain adalah jika menerbitkan atusan jauh hari sebelum pelaksaan
pelarangan mudik, akan menimulkan lonjakan. Nyatanya sama aja, permberlakuan
aturan sehari setekah aturan terbit juga menimbulkan lonjakan pada hari-hari
sebelumnya.
Intinya
adalah ketegasan pemerintah itu yang paling utama. Jangan berikan masyarakat
ketidakpastian, jika memang mudik dilrang maka sudah sepatutnya dari jauh-jauh
hari tidak sudah tidak dijual, sehingga tidak memakan banyak korban, sudah
membeli tiket akhirnya bingung, bimbang apakah jadi mudik atau tidak.
Refund
yang merugikan konsumen
Sebagai
mahasiswa yang tidak memiliki dana yang banyak, maskapai dengan harga yang ekonomis
adalah pilihan yang wajar bagi saya, bisa dikatakan saya sudah sangat akrab
dengan maskapai yang memiliki tagline "We Make People Fly” bagaimana tidak
harganya yang jauh dibawah maskapai-maskapai lain membuat saya tidak memiliki
pihan seperti yang sempat dikatakan oleh CEO-nya “Maskapai Saya Paling Buruk di
Dunia, tetapi Anda Tak Punya Pilihan”
Setelah
memastikan bahwa benar bandara akan ditutup, dan semua penerbangan akan
dibatalkan sejak pemberlakukan permenhub Nomor 25 Tahun 2020, kemudian
diperkuat dengan SMS yang dikirimkan oleh pihak maskapai terkait pembatalan
penerbangan karena aturan kemenhub tersebut. Saya mulai mencari informasi
terkait kebijakan refund.
Dalam
pesan singkat yang dikirimkan pihak maskapai mengatakan terkait informasi
refund silahkan menghubungi no telp xxx. Sebelum menghubungi nomor tersebut
saya sebelumnya sudah membaca beberapa informasi terkait kebijakan refund
maskapai yang sudah saya booking tersebut.
Kebijakan
refund yang diatur adalah akan dikembalikan 100% namun dalam bentu travel
voucer. Kecewa pasti setelah mendapatkan informasi tersebut, ditambah lagi
informasi bahwa travel voucer tersebut hanya bisa digunakan sebelum 30 oktober
2020, artinya mereka memberikan tenggat waktu.
Lagi-lagi
saya panik dan tidak bisa menerima kebijan tersebut, sampai saya memastikan
langsung dengan menghubungi call center maskapai terkait. Semua jawaban yang
diberikan sesuai dengan informasi yang saya dapatkan, bahwa pengantian berupa
travel voucer bukan uang tunai dan hanya bisa ditukarkan sebelum 30 oktober
2020. Lebih parahnya lagi adalah travel voucer hanya bisa dingunakan satu kali,
artinya jika harga tiket berikutnya lebih murah dari sebelumnya maka sisa saldo
travel voucer yang kita tidak bisa dingunakan lagi.
Munkin
beberapa orang bisa menerima kebijakan tersebut, namun saya sama sekali tidak.
Saya benar-benar merasa dirugikan, ternyata yang merasakan hal yang sama tidak
hanya saya sendiri, ketika saya mencoba berselancar di sosial media, begitu
banyak konsumen yang terbawa emohi dan mencaci maki kebijakan sepihak tersebut.
Namun apa mau dikata, kita tidak punya kuasa apapun terhadap kebijakan yang
telah diputuskan ini.
Benar
memang bahwa maskapai banyak yang ikut mergugi dimasa pandemi ini, sesuai
dengan berita-berita di berbagai media, tentu kita mengerti hal tersebut, namun
jika konsumen ikut dijadikan korban atas kerugian yang dialami maka saya sema
sekali tidak iklas. Ditambah lagi aturan pemerintah yang memperbolehkan refund
tidak dalam bentu uang tunai, ini sangat disayangkan.
Pembinis
boleh naik pesawat
Beberapa
hari setelah aku mulai bisa menerima aturan pemerintan terkait pelarangan
mudik, dan juga kebijakan maskapai yang hanya memberikan refund berupa travel
voucer yang bisa dingunakan pada penerbangan berikutnya dengan batas waktu
tertu, tiba-tiba ada berita yang beredar di twitter bahwa maskapai yang
sebelumnya aku sebutkan memberlakukan kebijakan pembinis boleh naik pesawat
untuk perjalan bisnis.
Seketika
aku semakin kecewa dengan peraturan yang dari awal sudah diputuslkan secara
mendadak, dan diubah juga dengan mendadak. Aku sebagai masyarakat benar-benar
tidak habis pikir, sebenarnya tujuan pelarangan mudik apakah benar untuk
memutus penyebaran virus corona, jika pembisnis masih diperbolehkan naik
pesawat. Pertanyaan berikutnya, apakah pembisnis anti dari virus ini sehingga
diberbolehkan.
Pemberlakukan
aturan yang memperbolehkan pembisni naik pesawat memang diikut dengan beberapa
poin aturan yang harus dilakukan bagi mereka yang akan melakukan perjalan
menggunakan pesawat seperti harus benar-benar sehat dan lain sebagainya, namun
apakah pihak maskapai bisa memastikan 100% aturan ini benar-benar terpenuhi
sesuai standar yang diberlakukan.
Pada
akhirnya ambiguitas pelarangan mudik yang terjadi dimasa pandemi ini menimulkan
kekecewaan banyak pihak termasuk saya sebagai perantau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar