Himmaf Fest 1.0 mungkin bisa jadi salah satu acara terabsurd yang pernah ada.
Sistem dan pola kerja kepanitiaan ini cukup unik dan beda dengan
kepanitian-kepanitian yang ada dilingkungan Universitas Islam Indonesia (UII).
Bahkan mungkin juga beda jauh dengan kepanitian yang ada
universitas-universitas di Indonesia lainnya.
Jadi sekitar 3 bulan yang
lalu (Bulan Mei 2018 kalau tidak salah) aku ditunjuk dan diamanahi menjadi
ketua panitia Himmah Fest. Beberapa hari sebelumnya memang memang aku sempat
berpikir untuk ingin menjadi ketua sebuah kepanitian di acara skala nasional,
maka tanpa pikir panjang, tawaran tersebut langsung aku terima.
Sebelumnya perlu diketahui
bahwa Himmah Fest merupakan acara yang diselenggarakan oleh Lembaga Pers
Mahasiswa Himmah Universitas Islam Indonesia (LPM Himmah UII). Acara Ini
merupakan Himmah Fest yang pertama (Semoga ada kelanjutannya di tahun
berikutnya), dengan tiga rangkaian acara utama yaitu Lomba (feuture, infografik
dan fotografi), pameran(foto dan arsip) dan terakhir acara diskusi sekaligus
peluncuran Himmah Online.
Walaupun ini acara Himmah
Fest yang pertama perlu diketahui bahwa LPM Himmah UII merupakan salah satu
lembaga pers mahasiswa (LPM) yang paling tua di Indonesia. LPM Himmah UII lahir
pada 11 Maret 1967, dengan nama Muhibbah. Namun karena satu dan lain hal pada
tahun 1982 Muhibbah di dibredel oleh rezim. Singkat cerita berganti nama
menjadi Himmah agar bisa kembali aktif, dan Pemimpin Umum saat pertama kembali
aktif dan berganti nama menjadi Himmah adalah Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD.,
S.H., S.U
Jujur aku hanyalah anggota
baru di LPM Himmah UII. Aku baru bergabung di Himmah ketika masa kepengurusan
2017 (atau sama dengan tahun kedua ku kuliah). Sama halnya dengan anggota baru
di organisasi-organisasi lain, pada awalnya aku juga adalah salah satu anggota
yang sangat pasif (dalam artian kurang sering mengikuti kegiatan organisasi).
Permulaan aku dipilih
menjadi ketua itu adalah saat rapat perdana pembentukan panitia, dan kebetulan
saat itu aku hadir. Dari pihak pengurus lama mempercayakan seluruh panitia inti
Himmah Fest kepada anggota baru maka ditentukanlah calon ketua dan ditanya
bersedia atau tidak, dan seperti yang sempat aku singgung diatas tadi, aku
langsung mengiyakan bahwa aku bersedia. Salah satu alasan unik mengapa aku
ditunjuk menjadi ketua adalah agar aku bisa aktif, dan ternyata benar, aku bisa
aktif hingga sekarang di LPM Himmah UII
Segera setelah aku
mengiyakan bersedia menjadi ketua, struktur panitiapun langsung dibentuk,
awalnya terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara divisi lomba, divisi pameran,
divisi diskusi, perlengkapan, konsumsi dan sponsorship. Disini bentuk
kepanitianya sudah ditentukan oleh pihak pengurus lama bukan dari aku pribadi.
Selang beberapa hari
setelah pembentukan panitia, akupun menjadi seorang yang aktif dan fokus pada
acara Himmah Fest, namun kembali seperti yang aku katakan tadi walau fokus aku
sangat santai menjalankan tugas sebagai ketua. Hal ini yang paling tampak
adalah dari frekuensi rapat yang kami adakan, itu sangatlah minim. Selain itu
juga walau aku menjadi ketua panitia aku bisa mengikuti satu lomba dan
mengikuti acara-acara yang di adakan UII ataupun kampus lain.
Ini bukan kali pertama aku
terlibat di kepanitian, ada beberapa kepanitian lain yang pernah aku jalankan,
dan itu benar-benar terasa tidak santai. Kenapa tidak santai ? sederhana, yang
buat tidak santai adalah frekuensi rapat yang terlalu sering, tidak hanya
kepanitian namun juga organisasi yang pernah aku ikuti umumnya memiliki
frekuensi yang terlalu banya. Terkadang bahkan pembahasan rapat hanya mengulang
pembahasan yang telah dibahasas di rapat sebelumnya. Dan akhirnya rapat yang
menyita waktu mungkin kurang lebih empat jam tidak menghasilkan apa-apa, hanya
pembahasan yang memgulang ataupun perencanaan tanpa realisasi.
Hal yang membuat aku
membatasi frekuensi rapat adalah aku pribadi merasa jenuh dengan sistem rapat
terus menerus. Namun bukan berarti ketika ada hal-hal yang genting juga tidak
dirapatkan. Aku membiasakan diri untuk menyederhanakan sesuatu dan tidak
membuat segala sesuatu menjadi ribet, sehingga harus menggubah beberapa budaya
sistem lama yang ada di kepanitian sebelumnya.
Memang ada sisi negatif
dari sistem begini. Intensitas tatap wajah yang kurang menjadikan beberapa
panitia terasa kurang akrab, namun menurut analisaku ini bukan kesalahan utama,
semua itu kembali ke masing-masing manusia, Seberapapun sering jumpa jika dia
membatasi diri untuk tidak berinteraksi dengan orang lain akan susah
mendapatkan rasa keakraban dan kekeluargaannya.
Mungkin nanti akan ada
pembahasan tersendiri di satu artikel yang akan aku posting di blog ku ini
terkait budaya kepanitian di kampusku, yang aku pribadi merasa janggal dengan
sistem yang ada yang telah membudaya tersebut, dan jujur aku sama sekali tidak suka
dengan hal-hal tersebut, bahasa kasarnya bisa dikatakan seperti ada pembodohan
yang dilakukan secara tidak langsung yang tidak ada seorangpun menyadari
karenan menganggap ini adalah hal yang wajar.
Kembali ke topik cerita.
Jadi acaraku ini bisa dibilang adalah sebuah acara besar skala nasional, namun
berjalan begitu santai mulai dari yang aku katakan tadi frekuensi rapat yang
minim, Kemudian jumlah panitia yang juga sedikit, sampai dengan masa proses
kepanitian yang terpotong oleh libur puasa dan lebaran sekitar tiga mingguan.
Jujur aku pribadi merasa
unik dengan hal ini. Berberapa drama hadir di acara yang dibawa santai ini,
permulaannya adalah ketika salah satu panitia yang memiliki jabatan strategis
di inti kepanitiaan, memutuskan untuk berhenti dari LPM Himmah UII, Secara
otomatis jabatannya di kepanitian Himmah Fest ikut terhenti, dan imbasnya
adalah kepanitian ini hilang salah satu panitia inti dan harus mencari ulang
pengantinya, Sampai akhirnya posisi tersebut dialihkan ke pengurus inti lembaga
yang memiliki posisi yang sama di lembaga.
Drama selanjutnya adalah
pecahnya fokus panitia antara membuat konten dan kepanitian. Mungkin hampir
mayoritas panitia tetap ikut membuat konten untuk di publikasi di Himmah
Online, bisa dibilang hanya aku yang sama sekali tidak membuat karya selama
masa kepanitian. Mungkin jika aku mengatakan alasan bahwa aku tidak membuat
karya karena tidak ada waktu juga baik, namun aku hanya mencoba untuk fokus
namun tetap santai. Sedangkan teman-teman yang lain yang aktif membuat karya
aku melihatnya fokusnya terpecah, bukan waktunya yang tidak ada untuk Himmah
Fest. Sampai akhirnya ada beberapa kerjaan teman-teman yang harus aku hendle
sendiri.
Kemudain drama yang tidak
kalah menarik adalah masa kepanitian yang terpotong masa liburan puasa dan
lebaran Idul Fitri. Sekitar sebulan setelah pembentukan panitia masa liburan
tiba, dan disana bisa dibayangkan bagaiaman teman-teman panitiah masih harus
bekerja dan berfikir terkait acara walau sedang masa liburan. Hal ini tidak
bisa ditunda karena mulainya acara tepa hanya dua minggu setelah liburan.
Sampai-sampai aku dan beberapa teman panitia lain yang jarang pulang harus ikut
merelakan balik liburan cepat untuk persiapan acara.
Drama terakhir adalah ini
yang membuatku paling merasa bersalah. Yaitu, peserta diskusi dan pameran yang
minim. Jujur aku heran mengapa hal ini bisa terjadi, karena acara yang kami
buat ini sepenuhnya gratis dan terbuka untuk umum. Kalau dipikir-pikir
promosinya juga lumayan, persebaran poster terkait acara ini masif, nanmun
tidak tau apa yang salah sehingga pengunjung tidak sesuai dengan ekpektasi.
Berikut beberapa dokumentasi Himmah Fest 1.0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar