Minggu, 18 September 2016

Ternyata, Sudah Setengah Tahun tidak Pulang

Setengah tahun memang tidak begitu lama bagi mereka yang sudah terbiasa merantau kesana kemari, namun bagi pemula ini terasa lumayan cukup lama, bener memang berjalannya waktu begitu cepat singga terkadang kita lupa bahwa ini sudah akhir bulan atau mungkin akhir tahun, itu semua terasa begitu cepat

Tidak pulang dengan alasan yang jelas memang tidak akan menimbulkan segudang pertanyaan dari orang rumah / orang sedaerah, ketika harus berlapang dada untuk berlebaran di tempat orang pun harus di terima dengan iklas, bukan hanya satu kali lebaran, namun dua lebaran yang harus di lewati di perantauan

Benar memang tidak ada masalah dengan berlebaran di tenpat orang lain, namun moment lebaran di kampung halaman itu sedikit banyak tergores dalam ingatan yang memancing alam bawa sadar yang rasanya membuat ingin begitu di hari pertama saja bisa berlebaran bersama keluarga

Namun apa yang dipilih itulah yang harus dijalankan, mereka yang telah memilih merantau telah memilih jalan ini dalam hidupnya, dan setiap resiko yang akan dilalui maka harus dijalankan dengan bijak, oleh sebabnya sering orang tua dahulu mengigatkan “pikirkan dengan matang setiap keputusan, karena setiap resiko yang akan terjadi harus dijalankan dengan iklas sesuai dengan keutusan yang dipilih

Saat ini aku pribadi telah memilih merantau menjadi bagian hidupku, bukan tanpa alasan namun itu semua telah aku pertimbangkan dengan sematang- matangnya, setiap hal yang pernah aku lalui di Aceh itu telah menjadi masa lalu, disini aku telah di tuntut untuk bisa hidup mandiri, jadi semua hal harus bisa aku lalui sendiri tanpa ada perasaan takut apalagi ingin mundur, dan enam bulan (setengah tahun) sudah aku tidak pulang itu sedikitpun tidak sebanding dengan mereka yang sudah bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun tidak pulang

Ternyata iklas adalah kunci utamannya, ketika kita bisa melalui semua hal tersebut dengan iklas maka tidak akan ada yang namannya berat dalam melalui hari – hari selama perantau, itu semua akan begitu mudah kita lalui, itu semua akan dengan lapang hati bisa lalui, mungkin sekali-kali ada rasa terbesit dalam diri kita begitu enaknya kalau kita dirumah, segala sesuatu beres, mau makan tinggal ke dapur, perlu sesuatu tinggal minta dan lain sebagainya, itu semua sebenarnya hanya hal-hal yang mematahkan kemandirian dalam diri kita

 Dalam islam merantau disebut hijrah dan apabila di Indonesiakan adalah pindah, dimana dia adalah satu kegiatan ketika kita mencoba keluar dari zona nyaman, zona dimana segala sesuatu dibuat mudah karena adanya orang terdekat kita seperti keluarga dan teman, dan ketika kita mecoba keluar dari zona tersebut kita dibawa ke segala hal baru, mulai dari lingkungan baru yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya, teman baru hingga memiliki saudara baru


Begitulah hakikatnya merantau, dan aku sendiri begitu baru dalam hal ini. Kamis (15/9/2016) menjadi hari dimana setengah tahun sudah aku meninggalkan semua kenyamana yang ada di kampung halaman, setengah tahun dimana aku tidak pulang, melawati dua lebaran di daerah orang dengan tetap berlapang dada. dan inilah mengapa aku bisa menyebut diriku telah tidak pulang selama setengah tahun, bukan bermaksud ingin menjadi bang tayib namun semua hal telah digaris bawahi bahwa aku harus tetap disini, dan ada waktunya nanti aku bisa kembali.

3 komentar:

  1. Semoga kita bisa berjumpa di lebaran tahun depan. Dengan secangkir milo hangat kita akan nongkrong di warkop berjam-jam hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap.... semoga kita kembali bisa meramaikan jamaica coffee, hahah

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

      Hapus