Selasa, 31 Oktober 2017

Ujian, Penghambat Terbesar Kreatifitas Mahasiswa

Sekilas, sesaat setelah membaca judul dari artikel ini mungkin sebagian besar teman-teman bertanya-tanya. Ujian apa yang dimaksud disini, Mengapa harus menyalahkan ujian saat kreatifitas terhambat. Apa salah ujian ? Jadi untuk lebih memperjelas, di paragraf awal ini aku menjelaskan ujian apa yang dimaksud. Ujian yang disinggungkan disini adalah segala bentuk ujian dalam ranah pendidikan. Bukan ujian hidup !!

Silahkan, jika ada teman-teman yang tidak setuju dengan opini yang akan aku utarakan berikut ini. Tak ada satu keharusan bahwa ketika membaca sebuah artikel opini kita harus setuju dengan pendapat penulis, semua kembali kepada pembaca, mau setuju atau tidak. 

Langsung saja, ceritanya begini. Sejak awal aku menjadi siswa pendidikan formal yaitu tingkat sekolah dasar (SD) aku dan juga semua teman-teman yang masuk ke kelompok pendidikan formal akan merasakan yang namanya ujian. Hal ini dari sejak awal kita menjadi siswa, tepatnya di kelas satu, semester satu.

Hingga sekarang aku menjadi mahasiswa, begitu juga teman-teman mahasiswa lainya, pastinya sangat dekat dengan yang namanya ujian. Beda tingkatan tentunya juga beda sistem. Jika dimasa SD dan SMP aku hanya merasakan 2 X ujian dalam satu tahun, dimasa SMA dan Kuliah aku harus merasakan 4 X Ujian dalam satu tahun.

Rasanya, baru saja kemarin semester baru dimulai, lah tiba-tiba sekarang sudah masuk dalam masa ujian lagi. Mungkin teman-teman mahasiswa lain juga merasakan hal yang sama. Waktu rasanya berjalan begitu cepat, berlaripun rasanya tida ada kesempatan untuk tidak ditinggal oleh waktu. Aku masih kurang yakin jika ini hanya perasaanku seorang. Aku rasa ada banyak mahasiswa lain yang merasa hal yang sama.

Sekarang yang kembali menjadi pertanyaan, apa hubungan antara ujian dan pembatasan kretifitas.  Jika dilihat dari sisi psikologis sendiri ketika menghadapi ujian, kita selalu dibuat terlalu fokus sehingga mental kita menjadi takut untuk mengekspresikan kreatifitas. Mungkin bisa dilihat ketika masa ujian, teman-teman yang berkarya menjadi sepi, ya semua ini ditimbulkan dari mental takut tadi.

Hal inilah yang menurutku menjadi sisi negatife dari sebuah ujian. Alangkah baiknya memang jika ujian tidak terlalu sering dilaksanakan. Mungkin bisa menjadi pertimbangan untuk pihak pembuat kebijakan, apakah petinggi universitas atau bahkan menteri pendidikan dan menteri ristek dikti bisa mempertimbangkan jumlah ujian dalam satu tahun. Apakah hanya setahun sekali di akhir semester genap, ataupun setahun dua kali di setiap akhir semester.

Jujur Aku pribadi sangay keberatan dengan sistem ujian yang ada di kampusku saat ini. Mungkin juga sama dengan kampus teman-teman, dimana aku harus mengikuti empat kali ujian setiap tahunnya. Mulai dari ujian tengah semester (UTS) genap, ujian akhir semester genap (UAS), ujian tengah semester (UAS) ganjil, ujian akhir semester (UTS) ganjil. Rasanya aku kuliah hanya untuk mengikuti ujian, masa belajar hanya sekitar 2 bulan dan sebulan untuk masa ujian, begitulah alur yang terus terulang di sistem pendidikan yang saat ini aku jalani

Hal ini sangatlah memberatkan ketika seorang mahasiswa ingin berkarya dalam bentuk apapun, mahasiswa tentunya akan ikut terbebani ketika sedang berkarya dalam waktu yang berdekat atau bahkan bersamaan dengan ujian. Ujian apapun itu, baik UTS maupun UAS. Semua sama, semua membuat mental seorang mahasiswa menjadi terlalu fokus kepada ujian sehingga membuat pikiranya susah untuk berpikir dan mengeluarkan seluruh kreatifitas untuk berkarya.

Kreatifitas karya yang aku maksud disini bersifat umum, apapun itu yang dihasilkan oleh mahasiswa. Mau itu produk, karya, tulisan, desain, ataupun sebuah acara. Semua hal ini akan sangat terganggu saat masa ujian. Apalagi yang kita tau banyak hal yang sifatnya berkelanjutan yang dibuat mahasiswa, sehingga saat ujian tiba semua hal tersebut terlupakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar