sumber : tribunnews.com
Sembari menunggu jawaban telepon dari orang tua di kampung,
saya terus berpikir “Bagaimana rasanya jadi
orang tua saya yang harus 3 kali lebaran, 2 kali puasa tidak bisa berjumpa
dengan anaknya”
Akhirnya telepon saya dijawab. Dengan sedih hati saya
menyampaikan kepada orang tua saya, bahwa puasa dan lebaran kali ini saya
kembali tidak pulang. Orang tua saya bertanya, alasan apa yang membuat saya
kembali tidak pulang di liburan kali ini.
Menurut catatan dibuku digital saya, ini adalah bulan ke-15
saya tidak pulang ke kampung halaman setelah merantau semenjak bulan Maret 2016
yang lalu. Memang tidak begitu lama dibanding mereka yang mampu merantau 15
tahun tampa kembali ke kampung halaman.
Beberapa detik setelah mendapatkan pertanyaan tersebut,
dengan bahasa daerah saya menjawab “Liburan
kali ini begitu singkat, lagipula tiket pesawat juga begitu mahal di musim
mudik. Insya Allah saya akan pulang setelah ujian buk, sekitar bulan Agustus
nanti.”
Orang tua saya memang tipikal orang yang tidak terlalu
memaksakan kehendak. Sehingga langsung menerima alasan saya, lagipun alasan
saya cukup logis. Rasa kangen tentunya ada baik saya sendiri kepada orang tua
maupun sebaliknya orang tua kepada saya.
Namun inilah pilihan jalan hidup saya, sejak SMA saya telah
bercita-cita untuk menjadi mahasiswa rantau. Disisi lain saya harus menerima
kenyataan bahwa biaya transportasi dari daerah saya ke tempat saya merantau
tidaklah murah, sehingga harus kuat dan senang hati tetap diperantauan di
setiap liburan. Tetap diperantrauan di setap lebaran dan ramadhan.
Melanjutkan percakapan di telepon tadi, orang tua saya
mengatakan sembari berdoa “Baik-baik
disana, Jangan lupa puasa, tarawih dan mengaji. dan semoga ramadhan dan lebaran
tahun depan bisa di kampung halaman. Sukses juga untuk ujian nanti, semoga
mendapatkan IPK yang memuaskan.” Setah sedikit terharu dengan doa dari
orang tua saya tersebut dengan singkat saya menjawab “Amin….”
Memang tidak ada yang salah dengan pilihan, setiap jalan
telah diqadar. Saya tidak pernah merasa rugi dengan pilihan yang telah saya
pilih. Pilihan untuk menjadi mahasiswa rantau yang jauh dari kampung halaman,
tentunya saya telah memprediksi sebelumnya bahwa ketika saya memilih untuk
merantau kisini maka saya akan jarang pulang kesana.
Banyak hal yang telah saya pelajari di perantauan ini. Mata
kuliah yang ada dikampus hanya sedikit dari banyak hal yang saya pelajari.
Belajar untuk mandiri dan menjadi diri sendiri demi menemukan potensi diri
adalah hal terbesar yang bisa saya dapatkan disini.
Mungkin ketika saya terus terpaku disana, saya hanya menjadi
anak manja yang tidak tahu bagaimana cara bertahan hidup sendiri, tanpa orang
tua. Banyak nilai plus yang dimiliki anak rantau, bertahan dan mengatur hidup
sendiri salah satunya.
Walau berlebaran di rantau saya mencoba menjadi anti galau,
mencoba berlebaran tanpa tangisan dan haru-haruan. Menikmati pilihan dengan
bijak adalah hal terbaik, menjalani lebaran dengan ceria walau tanpa bisa
bersalaman secara langsung dengan orang tua harus dilalui dengan tegar.
Saya tidaklah sendiri, ada banyak orang yang senasib dengan
saya, ada banyak orang yang lebih lama merantau, ada banyak orang yang merantau
lebih jauh. Mereka semua bisa tegar berlebaran anti galau di perantauan. Sudah
seharusnya saya juga mampu bahkan lebih baik dari mereka.
Semua gemuruh takbiran juga mulai terdengan “Alllahuakbar..… Allahuakbar….” Rasa
kangenpun semakin menjadi, walau mencoba tegar bisa anti galau diperantauan
namun kangen dihati akan gemerlap suara takbiran di kampung halaman tidak
terbendungkan lagi rasanya.
Mungkin biar hari menjadi berbeda saya harus mempercepat
tidur di malam takbiran, dengan begitu ketika saya bangun, saya akan bisa
langsung mempercepat hari, mempercepat hari agar menjadi normal. Bertambah
galaunya hati ini ketika melihat instastories teman-teman di kampung halaman
yang merayakan lebaran dengan ceria.
Terlebih yang membuat galau makin menjadi adalah ingat
makanan khas lebaran yang pastinya sedang tertata rapi di meja makan. Wah,
pasti bakalan enak sekali. Bayangkan sudah 3 kali lebaran melewati mantapnya
masakan ibu, masakan special lebaran yang selalu dinantikan.
Sabar, semua akan indah pada waktunya. Akan ada masa dimana
saya akan bisa kembali berlebaran di kampung halaman bersama kelauraga dan bisa
kembali merasakan semua masakan khas lebaran setelah sekian lama berpuasa
makanan-makanan mantap tersebut.
Menulis adalah salah
satu cara untuk menceritakan hal yang kita lalui kepada orang lain. Saya
menulis karena saya ingin bercerita kepada dunia bahwa ada banyak perantau yang tidak bisa
merasakan berlebaran bersama keluaraga, maka buat kamu yang hari ini
berkesempatan lebaran bersama keluarga hargailah moment tersebut, kami kangen
dengan moment-moment tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar