Minggu, 02 Juli 2017

Lebaran di Rantau, Mencoba Anti Galau

sumber : tribunnews.com
Tiitt… Tiittt… Tiittt…
Sembari menunggu jawaban telepon dari orang tua di kampung, saya terus berpikir “Bagaimana rasanya jadi orang tua saya yang harus 3 kali lebaran, 2 kali puasa tidak bisa berjumpa dengan anaknya”

Akhirnya telepon saya dijawab. Dengan sedih hati saya menyampaikan kepada orang tua saya, bahwa puasa dan lebaran kali ini saya kembali tidak pulang. Orang tua saya bertanya, alasan apa yang membuat saya kembali tidak pulang di liburan kali ini.

Menurut catatan dibuku digital saya, ini adalah bulan ke-15 saya tidak pulang ke kampung halaman setelah merantau semenjak bulan Maret 2016 yang lalu. Memang tidak begitu lama dibanding mereka yang mampu merantau 15 tahun tampa kembali ke kampung halaman.

Beberapa detik setelah mendapatkan pertanyaan tersebut, dengan bahasa daerah saya menjawab “Liburan kali ini begitu singkat, lagipula tiket pesawat juga begitu mahal di musim mudik. Insya Allah saya akan pulang setelah ujian buk, sekitar bulan Agustus nanti.

Orang tua saya memang tipikal orang yang tidak terlalu memaksakan kehendak. Sehingga langsung menerima alasan saya, lagipun alasan saya cukup logis. Rasa kangen tentunya ada baik saya sendiri kepada orang tua maupun sebaliknya orang tua kepada saya.

Namun inilah pilihan jalan hidup saya, sejak SMA saya telah bercita-cita untuk menjadi mahasiswa rantau. Disisi lain saya harus menerima kenyataan bahwa biaya transportasi dari daerah saya ke tempat saya merantau tidaklah murah, sehingga harus kuat dan senang hati tetap diperantauan di setiap liburan. Tetap diperantrauan di setap lebaran dan ramadhan.

Melanjutkan percakapan di telepon tadi, orang tua saya mengatakan sembari berdoa “Baik-baik disana, Jangan lupa puasa, tarawih dan mengaji. dan semoga ramadhan dan lebaran tahun depan bisa di kampung halaman. Sukses juga untuk ujian nanti, semoga mendapatkan IPK yang memuaskan.” Setah sedikit terharu dengan doa dari orang tua saya tersebut dengan singkat saya menjawab “Amin….

Memang tidak ada yang salah dengan pilihan, setiap jalan telah diqadar. Saya tidak pernah merasa rugi dengan pilihan yang telah saya pilih. Pilihan untuk menjadi mahasiswa rantau yang jauh dari kampung halaman, tentunya saya telah memprediksi sebelumnya bahwa ketika saya memilih untuk merantau kisini maka saya akan jarang pulang kesana.
Banyak hal yang telah saya pelajari di perantauan ini. Mata kuliah yang ada dikampus hanya sedikit dari banyak hal yang saya pelajari. Belajar untuk mandiri dan menjadi diri sendiri demi menemukan potensi diri adalah hal terbesar yang bisa saya dapatkan disini.

Mungkin ketika saya terus terpaku disana, saya hanya menjadi anak manja yang tidak tahu bagaimana cara bertahan hidup sendiri, tanpa orang tua. Banyak nilai plus yang dimiliki anak rantau, bertahan dan mengatur hidup sendiri salah satunya.

Walau berlebaran di rantau saya mencoba menjadi anti galau, mencoba berlebaran tanpa tangisan dan haru-haruan. Menikmati pilihan dengan bijak adalah hal terbaik, menjalani lebaran dengan ceria walau tanpa bisa bersalaman secara langsung dengan orang tua harus dilalui dengan tegar.

Saya tidaklah sendiri, ada banyak orang yang senasib dengan saya, ada banyak orang yang lebih lama merantau, ada banyak orang yang merantau lebih jauh. Mereka semua bisa tegar berlebaran anti galau di perantauan. Sudah seharusnya saya juga mampu bahkan lebih baik dari mereka.

Semua gemuruh takbiran juga mulai terdengan “Alllahuakbar..… Allahuakbar….” Rasa kangenpun semakin menjadi, walau mencoba tegar bisa anti galau diperantauan namun kangen dihati akan gemerlap suara takbiran di kampung halaman tidak terbendungkan lagi rasanya.

Mungkin biar hari menjadi berbeda saya harus mempercepat tidur di malam takbiran, dengan begitu ketika saya bangun, saya akan bisa langsung mempercepat hari, mempercepat hari agar menjadi normal. Bertambah galaunya hati ini ketika melihat instastories teman-teman di kampung halaman yang merayakan lebaran dengan ceria.

Terlebih yang membuat galau makin menjadi adalah ingat makanan khas lebaran yang pastinya sedang tertata rapi di meja makan. Wah, pasti bakalan enak sekali. Bayangkan sudah 3 kali lebaran melewati mantapnya masakan ibu, masakan special lebaran yang selalu dinantikan.

Sabar, semua akan indah pada waktunya. Akan ada masa dimana saya akan bisa kembali berlebaran di kampung halaman bersama kelauraga dan bisa kembali merasakan semua masakan khas lebaran setelah sekian lama berpuasa makanan-makanan mantap tersebut.

Menulis adalah salah satu cara untuk menceritakan hal yang kita lalui kepada orang lain. Saya menulis karena saya ingin bercerita kepada dunia bahwa ada banyak perantau yang tidak bisa merasakan berlebaran bersama keluaraga, maka buat kamu yang hari ini berkesempatan lebaran bersama keluarga hargailah moment tersebut, kami kangen dengan moment-moment tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar